Sektor-sektor Kreatif Indonesia Kena Imbas Merebaknya Virus Corona

Sektor-sektor Kreatif Indonesia Kena Imbas Merebaknya Virus Corona

Sumbercollage222.png

Dok. Foto: Lynda Ibrahim
Semenjak virus SARS-CoV-2 melumpuhkan Wuhan pada awal 2020 dan menyebar cepat ke dunia, korban banyak berjatuhan. Per awal minggu ini tercatat lebih dari 180.000 kasus di 162 negara, dengan kematian di atas 7.100 jiwa, terutama pada pasien manula atau yang memiliki problem kesehatan lainnya.
Seiring menjalarnya wabah, pengetatan mobilitas terjadi. Perayaan pergantian tahun Masehi di Hong Kong dan Lunar di China dibatalkan, sebagaimana perayaan mekarnya bunga sakura di Jepang dan Hari Santo Patrick di Irlandia. Industri penerbangan komersial, perhotelan dan turisme, yang sudah menanti acara besar tahunan ini, mulai goyang.
Saat kian jelas bahwa penularan terjadi karena kontak fisik maka berbagai festival, konser, pagelaran mode, peluncuran film dan acara publik lainnya diurungkan. Industri ritel dan restoran mulai ikut terserang.
Pada awal tahun ini Louis Vuitton Moet Hennessy (LVMH), konglomerasi luxury goods terbesar di dunia dengan total pemasukan €53.7 juta sepanjang 2019 dari mode dan minuman mewah, masih berusaha bersikap positif. Walau bergantung pada konsumen China beberapa tahun terakhir ini, CEO Bernard Arnault masih yakin LVMH tidak oleng bila wabah hanya berlangsung dua bulan dan bukannya dua tahun.
Nyatanya sudah dua bulan lebih penyakit COVID-19 tidak mereda. Indonesia mulai mencatat kasus penularan dan kematian. Sempat awalnya menyantai dan beberapa pejabat tingginya menyepelekan, Pemerintah Indonesia sekarang tergopoh-gopoh mengatasi dan berkoordinasi. Sektor swasta, sering lebih sigap dari Pemerintah, mendului bersikap. Di Jakarta, sebelum Gubernur memerintahkan belajar dari rumah, sekolah dan universitas swasta lebih dulu menutup kelas.

Dunia kreatif Indonesia tak luput terimbas

Av-hi6rA.jpeg
Senayan City Fashion Nation XIV Edition, Fly For Freedom. Dok. Foto: Studio One
Acara tahunan Fashion Nation di Senayan City hanya sempat dibuka dengan koleksi terbaru Sebastian Gunawan yang ironisnya, bertemakan kebebasan dalam palette warna musim semi nan cerah. Perhelatan mode tahunan berbarengan dengan ulang tahun ke-30 Plaza Indonesia dibatalkan sepenuhnya, seperti juga Indonesia Fashion Week oleh Asosiasi Perancang dan Pengusaha Mode Indonesia (APPMI).
Pameran tahunan kain tradisional Adiwastra dan kolaborasi merek batik Alleira dengan penderita Down Syndrome pun urung digelar. Desainer kawakan Itang Yunasz, yang siap memperkenalkan kolaborasi hijab dua sisi berteknologi cetak saring dengan label Katonvie, akhirnya memilih meluncurkan secara digital.
unnamed (2).jpg
Koleksi hijab Katonvie x Itang Yunasz. Dok. Foto: Katonvie x Itang Yunasz
Dunia seni tidak lebih mujur. Seorang perupa muda wanita berbakat yang lama menyiapkan pameran tunggal pertamanya, batal berpameran. Art Moments Jakarta, art fair menarik yang sedianya kembali hadir tahun ini, mengurungkan diri. Museum MACAN yang membuka 2020 dengan 2 pameran besar terpaksa menutup pintu dulu. Mengingat salah satu yang diusung adalah performance art dari seniman ternama Melati Suryodarmo yang butuh partisipasi seniman dan kadang pemirsa, makin tak jelas kapan pameran bisa balik dijadwalkan.
unnamed.jpg
Melati Suryodarmo Dok. Foto: Lynda Ibrahim
Yang publik kerap tak tahu adalah dunia wastra, mode, dan seni Indonesia umumnya berisi usaha mikro, kecil, dan menengah. Pada tingkatan ini modal kerja dan aset umumnya minim, sehingga rentan terhadap guncangan penjualan dan arus kas. Tiap langkah harus dihitung betul rasio biayanya terhadap pemasukan, sehingga batalnya promosi, yang diproyeksikan mendatangkan penjualan, akan langsung terasa pada keuangan perusahaan.
unnamed (1).jpg
Museum MACAN Dok. Foto: Lynda Ibrahim
Bagaimana dengan pekerjanya? Di balik gemerlap pagelaran mode berdiri petugas tata-lampu dan tata-suara, penata rambut dan rias, pengarah gaya, model-- mayoritas adalah freelancer yang dibayar dengan honor atas kerja yang ditunaikan, bukan gaji tetap. Di balik cantiknya butik busana duduk penjahit, tukang pola, spesialis sulam dan bordir, wiraniaga, admin media sosial, staf pengepakan dan pengiriman-- yang kebanyakan bergaji UMR dan mengharapkan bonus di luar THR bila penjualan melonjak saat hari raya. Dunia ritel sudah cukup lesu 2-3 tahun terakhir, sehingga anjloknya penjualan yang hampir pasti terjadi pada Ramadhan dan Lebaran tahun ini akan menohok telak.
Walau memahami pentingnya karantina dan pembatasan sosial (sosial distancing) saat ini, banyak pengusaha UMKM di Indonesia yang mulai menghitung kemampuan membayarkan THR awal Mei nanti. Alih-alih bisa berbagi bonus di luar THR, banyak yang diam-diam mulai mengukur kemampuan meneruskan usaha setelah Lebaran.
Bila beberapa tahun ini sektor turisme dinilai menikmati limpahan konsumen kelas menengah Indonesia yang mulai memilih traveling ketimbang beli baju, kali ini tidak demikian. Asosiasi Hotel dan Restoran Indonesia menyebutkan 20.000 pembatalan di Bali selama Januari dan awal Februari; angka yang akan bertambah seiring penghentian bebas visa kunjungan yang diberlakukan Pemerintah mulai 20 Maret 2020. Industri kriya, sektor kreatif yang banyak hidup melalui turisme sebagai penyedia cindera mata, akan ikut tersengal-sengal.
Banyak orang setengah berkelakar berkata selama masih ada jasa mengantar makanan atau belanjaan maka karantina berkepanjangan tidak masalah. Yang terluput disadari adalah untuk restoran atau toko tetap buka dibutuhkan keuangan yang sehat. Restoran yang sudah tidak kuat bayar sewa di tempat komersial bisa beroperasi dari dapur pribadi dan mengkhususkan pada delivery, tapi itu artinya para pelayan akan diberhentikan.
Makanan masih kebutuhan primer, bayangkan mode yang cenderung sekunder dan seni yang bagi publik dianggap kebutuhan tersier. PHK karyawan tetap atau nihilnya pekerjaan freelancing berpotensi terjadi di dunia mode, seni, dan sektor kreatif lainnya. Di Indonesia, karena sektor kreatif belum sebesar manufaktur, kecil harapan untuk juga menikmati penghapusan Pajak Penghasilan (PPh) 21 seperti yang diumumkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati minggu ini.
Manajemen mal, museum, apalagi konglomerasi seraksasa LVMH, memang punya bantalan untuk bersandar selama menyepinya bisnis. Begitu kokohnya keuangan LVMH sampai mampu mengalihfungsikan lini produksi parfum perusahaan untuk membuat gel sanitasi yang akan dibagikan gratis di Perancis— langkah terpuji yang diikuti rumah mode Prada dengan membagikan masing-masing 2 unit ICU untuk 3 rumah-sakit di Milan.
Bagaimana dengan Indonesia? Seperti dilansir secara tertulis kepada media pada 18 Maret 2020, PT Paragon Technology and Innovation-- perusahaan induk di balik merek kosmetika Wardah, Makeover dan Emina--memberikan bantuan berupa alat kesehatan dan alat pelindung diri bagi tenaga medis di Jabodetabek, terutama yang bertugas di beberapa rumah-sakit dalam kawasan dengan urgensi tinggi.
Tapi di luar nama-nama besar ini, ribuan UMKM bisnis mode, seni, dan kerja kreatif di Indonesia akan menghadapi masa-masa sulit karena wabah penyakit baru yang belum ditemukan vaksin penangkalnya ini. Masa-masa sulit yang akan punya korbannya tersendiri, di balik citra industri yang gemerlap berwarna-warni.